Desa Haloban



Desa Haloban merupakan Ibukota Kecamatan Pulau Banyak Barat. Di kecamatan ini terdiri dari empat desa, yakni Desa Haloban, Asantola, Ujung Sialit dan Sukamakmur. Desa Haloban terdiri dari masyarakat yang heterogen. Di Haloban terdapat beberapa suku yang hidup berdampingan, seperti Suku Nias, Batak, Aceh dan penduduk asli. Mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahasa yang digunakan sehari-hari di desa tersebut, yakni Bahasa Jamu, Bahasa Haloban dan Bahasa Nias. Adapun bahasa seperti Bahasa Batak, Aceh, Minang dan lain-lain hanya segelintir orang saja yang menggunakannya. 

Penghasilan dari desa ini adalah ikan. Rata-rata masyarakat di Haloban adalah nelayan. Jadi, kehidupan di desa ini tergantung dengan cuaca. Jika laut sedang bersahabat, maka para nelayan akan melaut menangkap ikan (memancing), menjaring, menyelam dan lain-lain. Semua alat tangkapan nelayan tersebut berupa alat tradisional. Meskipun ada juga penangkap ikan yang sudah mulai modern, itu hanya beberapa orang saja yang penghasilannya mencukupi, seperti para ASN atau pedagang ikan (toke). 

Perahu menjadi transportasi utama yang wajib dimiliki oleh masyarakat setempat. Tidak semua memang para nelayan itu memiliki perahu. Bagi yang tidak punya perahu bisa menumpang kepada orang punya untuk mencari ikan atau udang bersama-sama. Dengan cara bagi hasil, setelah semua pengeluaran kebutuhan dikeluarkan lebih dahulu. Begitulah cara kekerabatan di desa ini. 

Kekerabatan memang sangat kuat di sini. Sistem kekeluargaan masih kental dan diamalkan. Bagai tidak, masyarakat di sini masih bisa dikatakan satu urat. Satu keluarga dengan yang lain masih ada sangkut kerabatnya. 

Haloban menganut sistem keluarga kepada ayah atau patrilineal. Meskipun di desa ini ada keturunan dari Minangkabau. Tapi, tidak menganut sistem matrilineal. Mereka tetap saja menganut patrilineal. Tapi, masyarakat di sana tidak mempermasalahkan masalah tersebut. 

Adapun hari pekan (pasar) di sini adalah setiap Hari Selasa. Pedagang di desa ini menjual barang-barang kelontong, sesuai kebutuhan masyarakat setempat. Sementara pedagang sayur itu datang dari Singkil (Ibukota Kabupaten). Namun kebanyakan yang datang dari Singkil tersebut datang dari Sidikalang atau daerah-daerah lain di Sumut. Selain itu ada juga pedagang yang dari dari Pariaman, Sumbar. 

Hanya bisa di sini dulu yang bisa saya tulis. Berhubung saya ada kegiatan lain. Lain waktu akan saya tulis lagi secara singkat-singkat saja.

Saya minta maaf jika banyak kekurangan dalam tulisan ini. Sebab saya menuliskan ini tidak memiliki data yang banyak. Hanya segmen-segmen saja. Maaf.... Lain kali akan saya tuliskan secara detail. Tapi tidak akan saya upload di sini. Melainkan akan saya simpan ke tempat yang leibih dari sekedar blog. Terima kasih.!!!!!




Komentar

Postingan Populer